Sabtu, 26 Maret 2016

KATA MUTIARA KANG SANTRI

" Hari ini anda sayang pada anak, isteri serta Ibu bapak, dan juga keluarga tiap saat, tapi suatu hari nanti anda akan meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. "
" Rintihan hujan dalam wktu berkalut dengan malam, para pecinta bersenandung pnh dgn puisi kehidupan mencri kata arti sbuah kebahagiaan. "
" Ambil dari dunia sesuatu yang bisa jadi bekal untuk akhirat nanti dan jangan mengambil dari dunia sesuatu yang bisa menghalangi anda di akhirat nanti. "
" Pantaskan diri Anda untuk menjadi bahagia. Kemudian berusaha dan berdoa , kemudian menyerahkan hasil kepada pemilik alam semesta. "
" Jangan pernah kamu menyakiti sahabatmu sendiri, karena sahabat adalah cara Tuhan menunjukkan bahwa Dia tidak ingin kamu sendirian dalam menjalani hidup. "
" Bila ingin mendapat sesuatu, belajarlah dengan memberi, bila ingin kebahagiaan, berikanlah kebahagian itu kepada orang lain. "
" Jika orang dapat empat hal, ia dapat kebaikan dunia akhirat: Hati yang bersyukur, lidah yang berzikir, badan yang tabah pada cobaan, dan pasangan yang setia menjaga dirinya dan hartanya. "
" Tiga manusia tidak akan dilawan kecuali oleh orang yang hina, orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya, orang cerdas cendikia dan imam yang adil. "
" Segera laksanakan rencana keberhasilanmu di hari ini, jangan tunda lagi, jangan buang waktu, karena waktu tidak bisa menunggu. "
" Jangan takut menjadi tua, karena semua pasti akan menua. Takutlah untuk menjadi tak dewasa, karena kedewasaan merupakan sikap yang menjadi jalan menuju kebahagiaan dan kemuliaan. "
" Hendaklah kamu tetap berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu. (Lukman Hakim). "
" Sikap emosional adalah ciri belum terampil mengendalikan diri. bagaimana barangkali bisa mengendalikan orang lain dengan baik, bila diri sendiri kurang teratasi. "
" Jika kita boleh memilih 5 hal di dunia ini, maka pilihlah agama, harta, akhlak mulia, rasa malu dan pemurah. Pesan lukmanul hakim kepada anaknya. "
" Dengannya Allah kuburkan kedengkian, Dengannya Allah padamkan permusuhan; Melaluinya diikat persaudaraan; Yang hina dimuliakan. Yang tinggi direndahkan. "
" Cinta harus berasal dari hati dan oleh karena itu maka jika tidak dari hati, jangan pernah berucap bahwa kamu mencinta. "

SEJARAH AMTSILATI DAN DARUL FALAH


Suasana salah satu daerah di Darul Falah th. 2008
Berawal dari pengalaman nyantri di Pesantren Maslakul Huda Kajen - Margoyoso Pati dan bersekolah di Perguruan Islam Mathali'ul Falah di bawah  asuhan  KH. Sahal  Mahfudh  dan  KH. Abdullah Salam, penulis merasakan begitu sulitnya membaca kitab kuning.

Hal tersebut sangat wajar sebab latar belakang pendidikan penulis, di mulai dari TK, SD, MTsN ( kurikulum ) yang notabene sangat kecil pendidikan tentang agama. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah hafal Alfiyah yang merupakan harga mati yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Dengan sekuat tenaga penulis menghafalkan Alfiyah walaupun belum tahu untuk apa Alfiyah yang dihafalkan, yang penting mantap, yaqin,  ibarat mantra,  bukan ibarat resep. Mestinya Alfiyah oleh santri bukan hanya dijadikan mantra tetapi harus dijadikan resep yang harus dipahami dan dihafal.


Setelah  lulus  dari  Diniyah   Wustho  2  tahun,         
           
Alfiyah yang dihafalkan pun sedikit demi sedikit hilang, karena belum tahu untuk apa Alfiyah itu. Bahkan kelas satu aliyah Alfiyah pun tertindas dengan hafalan wajib  aliyah.

Memasuki kelas dua Aliyah hafalan dibebaskan. Mulai itulah baru sedikit demi sedikit tahu bahwa Alfiyah adalah sebagai pedoman dasar untuk membaca kitab. Pengetahuan itu diawali dengan sering ditanyakannya oleh guru kelas dua Aliyah tentang dasar Alfiyah tersebut.

Motivasi untuk memahami Alfiyah pun muncul. Dari ghirah tersebut muncul kesimpulan bahwa ternyata tidak semua nadlom Alfiyah itu digunakan dalam praktek membaca kitab. Sebagai contoh adalah pembahasan Imalah. Atau bisa disimpulkan bahwa cukup dengan nadlom 100 sampai 200 bait yang sangat penting, yang menduduki skala prioritas, yang lain hanya sekedar penyempurna.

Tahun 1995 lulus dari Kajen. Tidak tahu akan ke mana melanjutkan dan apa yang harus penulis kerjakan, mengingat penulis berlatar belakang ekonomi yang sangat lemah.


Bersamaan  kepulangan   penulis,    ada    teman penulis 4 orang yang ikut ke Bangsri dengan tujuan kerja di meubel-meubel, kebetulan teman
penulis tersebut termasuk orang yang hafal Alfiyah tetapi tidak tahu untuk apa Alfiyah.

Pertanyaan selanjutnya, kenapa saya bisa, sedangkan teman saya tidak bisa, di mana pada waktu dulupun saya mengalami hafal tetapi tidak paham   

Mulailah proses pembelajaran pada 4 orang teman saya Saifuddin dari Jepat Lor, Mahmuddin dari Ngagel, Saiful Ulum dari Bulu Manis dan Zainal Abidin dari Tenggeles Kudus. Setiap contoh apapun saya tunjukkan dasarnya sampai terkumpul 150 bait, inti sari Alfiyah.

Setengah tahun kemudian, tahun 1996  ada keponakan saya yang ikut mondok yang bernama Shodiqin dan Nur dari Bondo.Tempat anak-anak itu saya pinjamkan rumahnya Bapak Imron, rumahnya tepat di depan rumah saya, karena terus terang saya belum punya rumah yang layak huni


Kebetulan Shodiqin memanggil saya dengan sebutan yai yang berarti kakek . Karena memang bila diurutkan nasabnya, masih termasuk  keluarga. Shodiqin    bin    Surono,  Surono   adalah  anak   Ibu Sutinah.  Ibu  Sutinah    anak   Mbah    Astro,   sementara   Mbah  Astro adalah
kakak bapak saya. Secara spontan maka anak didik saya memanggil saya yai, karena ikut-ikutan Shodiqin.

Bersama dengan empat anak yang ada tadi , saya mendirikan majlis ta'lim anak-anak kecil yang saat itu hampir mencapai 100 anak.



Kurang nyaman rasanya jika berada di rumah orang, karena itu saya dirikan gubuk-gubuk kecil disamping rumah saya, ditempat layaknya dapur yang banyak kecoak, nyamuk, dan tidak pernah luput dari tetes air hujan karena atap bocor.

Kemudian datanglah teman-teman Shodiqin yang bernama Abdul Aziz, Su'ud, Abdul karim dan Agus.

Merasa kurang dengan keilmuan yang saya miliki, kemudian saya berguru thoriqoh di Pesantren KH. Salman Dahlawi. Satu minggu kemudian,  bapak saya meninggal dunia dan yang menjadi penyesalan sampai saat ini, saya tidak bisa mengantarkan ke pemakaman beliau, karena harus menyelesaikan tugas, disamping itu jika pulangpun sudah tidak ada angkutan.


Setelah   tujuh  hari   sepeninggal  Bapak  saya, Alhamdulillah   masih   ada    sisa    sumbangan
tetangga yang berupa beras  sekitar 20 kg dan uang 50 ribu.  Beras itu  pun saya   bawa  untuk bekal  mondok Thoriqoh..

Sejak saat itulah saya bertekad tidak akan pulang sebelum khatam thoriqoh, mumpung masih belum menikah. Selain mempelajari thoriqoh, saya membantu pembangunan Pesantren Al-Manshur sebagai laden (pembantu tukang batu)

Alhamdulillah selama 100 hari saya diberi anugerah Allah bisa menghatamkan thoriqoh yang mestinya harus ditempuh sampai 5 tahunan. Anehnya, beras 20 kg itu masih tersisa lebih dari 10 kg, padahal dimakan lebih dari 4 orang selama saya di sana dan uang masih tersisa 20 ribu untuk biaya pulang. Itu semua berkah karomah Mbah Manshur dan Mbah Salman.

Setelah hatam thoriqoh, saya pun pulang kampung. Suatu  hal yang menyedihkan adalah Majlis ta'lim yang saya rintis bersama 4 orang teman saya telah bubar, anak-anak yang mondok boyong, hanya Shodiqinlah yang kembali, sedangkan yang lain tidak kembali.

Sejak saat itu saya tidak punya aktifitas apa-apa, hanya  mengulangi mengajar Shodiqin . Sampai
pada suatu hari, ada tetangga saya  yang pingsan dan tidak ada yang bisa menyadarkannya. Alhamdulillah saya bacakan  ayat  kursi,  dengan ijin Allah langsung bisa sembuh. Dari situlah nama saya mulai dikenal banyak orang. Kemudian ada anak yang sakit, Alhamdulillah juga bisa sembuh berkat pertolongan Allah SWT. Anak-anak pun mulai  berdatangan  untuk belajar agama kembali dan banyak tamu-tamu berdatangan untuk  berobat.

Pada tengah malam, tepatnya Jam 01.00 WIB., saya bersama anak-anak membongkar rumah saya dan  Alhamdulillah  sebelum waktu subuh tiba, pembongkaran sudah selesai.Orang kampung bukannya membantu, tapi menertawai dan menghina "mau tidur di mana nanti?". Dengan kesabaran dan ketabahan, saya dan anak -anak kembali membangun gubug-gubug kecil sambil memperbaiki rumah saya,  yang kebetulan pada saat itu ada pohon jelok yang roboh yang bisa dijadikan tiang-tiang, usuk dan sebagainya


Tahun 1997 saya menikah dengan wanita idaman saya, yang saya kenal waktu di pondok pesantren.   Memang  niat  utama  saya  saat  itu, 
mengenalnya adalah khitbah, yang jika nanti saya sudah punya kemampuan ekonomi,  akan saya nikahi.  Walaupun saya mengenalnya, tanpa mengetahui wajahnya, sampai waktu  pinangan.


Sampai tahun 2000 proses belajar-mengajar menggunakan metode guru  menulis  bait  -  bait di papan tulis, selanjutnya dibaca dan dipelajari bersama-sama  dengan murid. Seperti halnya yang pernah saya sampaikan pada teman teman saya dulu. Selain belajar mereka juga bekerja.

Pada tahun yang  sama, ada anak - anak putri yang bersekolah di MTs,  ikut mondok di tempat saya. Mereka pun saya beri pelajaran sebagaimana biasa. Santri selalu stabil 9 orang, bila ada yang masuk,  ada yang keluar. Ternyata dari anak anak kecil tadi ada yang bisa menerima, ada yang tidak bisa menerima, karena memang sama sekali tidak mengenal ilmu nahwu.


Suatu hari saya mendengar ada sistem belajar cepat baca Al-Qur'an, dan  saya menemukan kitabnya yaitu Qiro'ati. Terdorong dari metode Qiro'ati yang mengupas cara membaca yang ada harokatnya, saya ingin menulis yang bisa digunakan untuk membaca yang tidak ada harokatnya. Orang  mendengar  ilmu  nahwu jadi
ngelu dan alergi . Orang mendengar ilmu shorof menegangkan saraf. Terbetiklah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran "ti" dari Qiro'ati. Mulai tanggal 27 Rajab,  tahun 2001 M., saya mulai merenung dan muncul pemikiran untuk mujahadah, dimana dalam thoriqoh ada do'a khusus , yang jika orang secara  ikhlash melaksanakannya, insya Allah akan  diberi jalan keluar dari masalah apapun oleh Allah dalam jangka waktu kurang dari 4 hari. Setiap hari saya lakukan mujahadah terus - terusan sampai tanggal 17 Ramadlan yang bertepatan dengan Nuzulul Qur'an. Saat mujahadah, kadang saya ke makam Mbah Ahmad Mutamakin. 



Di situ kadang seakan akan berjumpa dengan Syekh Muhammad Baha'uddin An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutamakkin dan Imam Ibnu Malik dalam keadaan setengah tidur dan setengah sadar. Hari itu, seakan-akan ada dorongan kuat untuk menulis. Siang malam saya ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27 Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Amtsilati tertulis hanya  sepuluh hari.



Kemudian diketik komputer oleh Bapak Nur Shubki,   kang  Toni  dan   kang   Marno.   Proses 
pengetikan  mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati memakan waktu  hampir 1 tahun. Kemudian dicetak sebanyak 300 set. Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, kami gelar  bedah buku di gedung Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Jepara, tanggal 16 juni 2002  diprakarsai Bapak Nur Kholis. Sehingga timbullah tanggapan dari peserta yang  pro dan kontra.




Salah satu dari para peserta bedah buku di Jepara  kebetulan mempunyai kakak di Mojokerto yang menjadi pengasuh Pesantren. Beliau  bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren "Manba'ul Qur'an". Beliau berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem cepat baca kitab kuning Metode Amtsilati, tanggal 30 Juni 2002. Untuk acara tersebut Bapak H. Syauqi Fadli sebagai donatur, menyarankan agar dicetak 1000 set buku Amtsilati dan sekaligus untuk acara  Hubbur Rosul di Ngabul Jepara.             

Alhamdulillah pada acara di Mojokerto mendapat sambutan luar biasa, terlihat dari banyaknya buku yang terjual. Sementara pada acara bedah buku yang pertama  di Jepara  tidak laku.


Dari Mojokertolah dukungan  mengalir  sampai ke beberapa daerah di Jawa Timur, melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum  ( UNDAR)  Jombang, Jember, Pamekasan madura. Sampai saat ini Amtsilati telah  tersebar  ke pelosok Jawa, bahkan sudah sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan alhamdulillah telah dikenal di luar negeri, seperti Malaysia. 



BERDIRINYA DARUL FALAH        

Secara tidak resmi Darul Falah ada sejak saya lulus dari Pesantren. Secara resmi Darul Falah didaftarkan ke Notaris (Bapak H. Zainurrohman SH. Jepara) tanggal 01 Mei 2002  dengan nomor registrasi 02.


Santrinya berasal dari berbagai daerah di penjuru tanah air : Bali, Madura, Jawa Timur, Bawean, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumatra, kalimantan, Sulawesi. Sampai sekarang telah tercatat    lebih   dari    500  santri lulusan Darul Falah yang hanya nyantri 3 bulan sampai 6 bulan. Dengan adanya Pasca sekarang santri berjumlah 350 santri putra-putri.

Darun : Negeri / rumah ( untuk mengenang rumah saya yang saat itu rusak hampir roboh dan desa saya yang begitu rusak penuh judi dan lokalisasi ).
Falah : Bahagia / beruntung yang saya ambil dari Matholiul Falah.

Darul Falah : Rumah / Negeri Keberuntungan.

Durrun Syarif, Kitab Fenomenal yang Membedah Metodologi Praktis Menggubah Syiir


11
Semenjak menulis Amtsilati, Kiai Taufiqul Hakim semakin produktif membuat karya-karya update tentang kitab-kitab linguistik arab dan kepesantrenan. Ada Aqidati, tafsir Al-Mubarok, mukhtasor Tuhfat Al-Thullab (Pasca Amtsilati) dan ratusan kitab lainnya. Lima tahun terakhir ini, Kiai muda produktif ini juga sering menerbitkan kitab-kitab nadloman yang memuat beragam tema dan diambilkan dari kitab-kitab khas pesantren. Kitab nadloman ini menjadi ringkasan dari tema pembahasan sebuah kitab, ambil saja satu contoh kitab paling laris yakni Kitab Hidayatul Mutaallimin adalah kitab nadlom yang kontennya diambil murni (intisari) dari Kitab Ta’lim Al-Mutaallim. Banyak sudah kitan nadlom yang diterbitkan dan setelah ditelusuri, Kiai yang mendapat gelar S2 Undar (Universitas Darul Ulum) Jombang ini, sampai saat ini sudah menulis sekitar 170-an kitab!
Dari seluruh karya yang ditulis, ada satu kitab yang paling unik dan menarik untuk dikaji dan didalami yaitu Kitab Durrun Syarif (Mutiara Mulia). Kitab ini disebut oleh penulisnya sebagai kitab yang berisi metode praktis tuntunan menjadi Muallif. Sekali lagi, menjadi Muallif! Ternyata dengan modal keilmuan dasar nahwu-sharaf yang cukup, kata Kiai Taufiq, seseorang bisa mempelajari kitab Durrun Syarif sekaligus langsung praktek. Ini adalah sebuah tawaran revolusi pembelajaran pesantren yang luar biasa. Memang kiai taufiq ini selalu tampil dengan tawaran revolusionernya dalam bidang pendidikan pesantren. Semakin lama, selalu saja ada yang baru.
1Lebih konkritnya, Durrun Syarif ini adalah sebuah kitab yang menerangkan metodologi membuat syiir atau di kalangan pesantren biasa disebut Ilmu ‘Arudh. Ilmu Arudh adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui benar atau tidaknya sebuah wazan syi’ir, dan juga perubahan wazan syi’ir dari beberapa zihaf atau illat. Ilmu arudh bisa dikata adalah satu cabang keilmuan linguistik Bahasa arab yang lumayan rumit. Metode pengajarannya juga bisa dibilang masih tradisional dan minim pembaharuan. Disinilah tawaran Durrun Syarif agar Arudl mudah dipelajari dan mudah diajarkan. Ilmu Arudl ini memiliki 16 pola Bahar (wazan tertentu yang dijadikan pola dalam menggubah syi’ir arab). Namun fokus dalam kitab ini hanya membahas bahar Rajaz, karena bahar ini yang paling banyak ditulis oleh ulama klasik dan paling mudah dihafal.
Selain kitab Durrun Syarif, perangkat pembelajaran lainnya adalah kamus Durrun Syarif terdiri dari Kamus Bahasa Arab, Indonesia, dan Bahasa Lokal seperti sunda, jawa, dan Madura. Kamus ini sangat berbeda dengan kamus pada umumnya. Jika kamus umum digunakan untuk mencari awal huruf, namun kamus DS ini khusus mencari akhir huruf kalimat. Karena menggubah syiir, kesamaan dalam akhir kalimat adalah sebuah keniscayaan. Baik versi Bahasa Arab maupun versi Indonesia, kamus ini mencari akhir huruf yang sama. Maka seorang penulis tidak perlu repot memikirkan huruf-huruf akhir yang sama dari sebuah kalimat untuk menulis syiir baik Bahasa arab maupun indonesianya. Tinggal buka kamus, lalu tentukan huruf akhir yang sesuai selera dan sesuai tema.
Pada awal tahun 2013 lalu, saya sempat mengikuti langsung pelatihan Durrun Syarif ini. Sebuah kebanggaan tersendiri bisa langsung belajar berdua dengan Kiai taufiqul Hakim. Setelah diikuti, pembelajaran ternyata tidak sampai 2 jam ! beliau begitu lugas dan jelas dalam menerangkan isi kitab, tujuan dan latar belakangnya. Sontak saja saya yang menyimak langsung faham dan memiliki mindset baru dalam menulis syiir bahwa menggubah syiir begitu mudah dan praktis. Dengan pelatihan DS yang begitu praktis beserta perangkat kitab DS dan kamus DS yang lengkap, infaq 500 ribu untuk pelatihan ini seperti relatif tidak mahal. Karena dimentori langsung oleh Abah Yai Taufiq sudah menjadi kepuasaan tersendiri.
3
LATAR BELAKANG
Dalam pengantar kitab DS, Kiai Taufiq menceritakan pengalamannya bahwa ia begitu sulit mempelajari ilmu arudl yang banyak istilah-istilah yang sulit ia pahami. Namun dengan berbekal ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) pada bait Alfiyah, Zubad, dll Kiai Taufiq memberanikan diri untuk membuat syiir-syiir, walaupun awalnya banyak kesalahan. Maka dari pengalaman ATM itulah, kiai Taufiq ingin menularkan kepada santri-santri dan pembaca, metode menulis syiir. Oleh sebab itu, kiai taufiq membuat sendiri istilah-istilah baru dalam Durrun Syarif dengan maksud untuk mempermudah dalam mempelajari.
KONTEN KITAB
Kitab yang berisi 64 halaman ini memiliki 8 bab pembahasan. Diantaranya bab (1) tentang mengenal Syiir/Bait, bab (2) & (3) tentang kunci Rajaz yang membahas detail tentang bagian bait yang terdiri dari Hasywun, Arudl dan Darbun. Kemudian bab (4) membahas mengenai darurat-daruratnya Syiir. Bab (5) mengkaji tentang langkah-langkah dalam praktek menggubah Syiir lalu bab (6) menceritakan tentang sejarah Syiir dan bab terakhir hanya menampilkan 16 bahar secara keseluruhan.
Seperti halnya Amtsilati, Durrun Syarif menekankan kepada contoh yang praktis. Kunci mempelajari kitab ini adalah bagaimana pembaca bisa memiliki pemahaman dasar tentang kunci Rajaz, seperti kemampuan menghafal dan memahami not bahar rajaz yang terdiri dari 6x mustaf’ilun. Seperti yang tertulis dalam kitab DS :
عروض/ ضرب
حشو
حشو
مستفعلن
مستفعلن
مستفعلن
6Hasywun pasti terdiri dari 4 suku kata. Suku kata yang ke 3 hanya satu huruf hidup dan suku kata yang ke 4 terdiri dari dua huruf, yang pertama berharokat dan yang kedua dibaca sukun. Perhatikan, ini kunci utama selain kondisi darurat. Itu kunci membuat bagian Hasywun, mengenai kunci Arudl/ Darbun itu pasti terdiri dari 4 suku kata atau 3 suku kata. Jika empat suku kata maka suku kata ketiga berupa satu huruf berharokat dan bila tiga suku kata maka suku kata kedua berupada dua huruf, huruf pertama berharokat dan huruf kedua sukun. Ini semua kunci selain kondisi darurat.
Ketika anda sudah memahami keilmuan dasar ini, maka pembahasan terpenting lainnya adalah anda harus mendalami 4 langkah dalam praktek menggubah syiir yang terdapat dalam bab (5).
Dalam bab ini, pembaca difasilitasi sebuah metodologi bagaimana proses menjadikan sebuah paragraph Bahasa arab diringkas menjadi sebuah syiir. Langkah ini ditempuh dengan 4 tahapan yaitu (1) anda harus menentukan materi yang akan disyiirkan. Tahapan ini bisa anda ambil sebuah paragraph dari satu kitab, kemudian anda fahami dan simpulkan materi yang dipilih kemdian tentukan kata kunci dari kesimpulan yang anda fahami tanpa meninggalkan Bahasa arabnya.
Setelah memiliki kata kunci dari sebuah kesimpulan maka langkah yang lumayan menguras pikiran adalah merangkai dan menyesuaikan kesimpulanmu dengan nada baharnya. Disinilah proses kreatifitas penulis diuji. Pada tahap ini, nahwu-sharaf sangat diperlukan sekali, terutama sharaf karena perubahan kata akan diperlukan untuk menyesuaikan not bahar Rajaz. Proses dalam merangkai syiir ini dijelaskan detail oleh Kiai Taufiq dengan  disertakan 10 contoh bagaimana proses membuat syiir dari sebuah keterangan sebuah kitab.
9
Tidak hanya sekedar janji, para santri Pasca Amtsilati sudah memberikan bukti. Kelas Durrun Syarif di bawah asuhan Ustadz Arinal Haq sudah menelurkan karya-karya nadham yang ditulis para santri Pasca. Jika melihat intensitas pertemuan kelas DS untuk para santri Pasca Amtsilati sampai bisa menulis sebuah syiir adalah sebuah prestasi dan menjadi wajar karena dipantau terus oleh para asatidz Pasca Amtsilati namun ada satu kekurangan mengenai pembelajaran Durrun Syarif  untuk santri dari luar Amtsilati yang hanya mengikuti kelas DS ini secara kilatan. Selama pantauan kami, kelas DS ini untuk santri dari luar belum ada kontrol langsung dari pihak Amtsilati Jepara meskipun sekedar mengingatkan agar para peserta kelas DS bisa sungguh-sungguh menulis sebuah kitab sampai diterbitkan di Al-Falah Offset Amtsilati Jepara.
Bahkan, mengenai kelas DS, menurut pandangan kami, tidak sekedar pemberian materi dan metodologi dari kitab DS selama dua jam tetapi ditambah karantina selama satu bulan bagi santri DS yang dari luar Amtsilati. Di dalam karantina itu, santri DS menentukan sebuah kitab yang akan disyiirkan dan fokus menggubah syiir sampai layak diterbitkan dan disebarkan kepada khalayak umum. Bukankah sebuah keberhasilan pembelajaran tidak sekedar mengubah mindset pembelajarnya berkata ‘oh ternyata mudah’ tetapi keberhasilan ditentukan sampai ia bisa berkata ‘oh ternyata saya bisa’ sebagai sebuah bukti dengan menulis syiir yang cerdas dan tuntas. Ulasan ini kami akhiri dengan sebuah syiir motivasi menulis dari Kiai Taufiq – bisa anda baca dengan not rajaz – yaitu :
Memulai tak harus sempurna dulu       –       Ingin sempurna maka mulai dulu
Mungkin sepertinya tidak lengkap jika hanya membaca ulasan singkat Durrun Syarif ini. Namun setidaknya, semoga tulisan ini membuat anda lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar langsung kitab Durrun Syarif ini di Pesantren Darul Falah Amtsilati Jepara. Setidaknya juga, ulasan ini menjadi sebuah bukti bahwa menjadi Muallif (dengan jalan menulis syiir) not impossible but possible, sangat mungkin !


Darussalam - Derap Langkahku Menuju Ridhomu


KITAB KITAB FENOMENAL KARYA KH. TAUFIQUL HAKIM


       1. SYIFA’UL UMMAH
    Deskripsi Kitab :
Negara Indonesia sedang menghadapi permasalahan yang kompleks dan darurat. Darurat narkoba, miras, radikalisme, korupsi, tawuran dan berbagai macam permasalahan lainnya.
Kitab ini adalah salah satu di antara solusi menghadapi masalah judi, miras, narkoba, dan penanggulangan tawuran.




2.      BID’AH HASANAH JILID 1
    Deskripsi Kitab :
Gerakan yang membid’ahkan amaliyah paham ahlussunnah wal jama’ah begitu gencarnya.
Sehingga orang-orang yang tidak mengetahui dasar hukumnya mudah terombang-ambing dan akhirnya ragu dengan amaliyah ahlussunnah wal jama’ah yang sudah mendarah daging di masyarakat.
             Kitab ini menjadi jawaban dan pedoman yang menjelaskan dasar-dasar amaliyah paham ahlussunnah wal jama’ah dari al-Qur’an dan Hadits.


3.      TARBIYATUL JINSIYAH JILID 1
      Deskripsi Kitab :
Pelecehan dan kekerasan seksualitas yang terjadi di masyarakat, sudah sungguh sangat memprihatinkan sekali.
Pelecehan seksualitas tidak hanya menimpa pada remaja  dan orang dewasa, bahkan menimpa pada anak-anak usia dini, anak TK, SD.
Ini merupakan kejadian kerusakan moralitas yang sungguh sangat luar biasa.
Oleh sebab itu, merupakan hal yang sangat penting sekali,  memberikan pendidikan seks yang benar kepada semua kalangan, dalam rangka menyelamatkan masyarakat dari kehancuran dan kerusakan moral yang lebih parah,  lebih-lebih kepada anak usia dini, karena pada kenyataannya mereka telah teracuni oleh dampak negatif teknologi yang sangat mudah diakses oleh siapapun.
Semoga dengan kitab ini, terciptalah kondisi masyarakat yang bermoral dan mendapatkan curahan rahmat dari Allah SWT. Dan pada akhirnya terciptalah baldatun thoyyibatun wa robbun Ghofur. Amin.

Durrun Syarif, Kitab Fenomenal yang Membedah Metodologi Praktis Menggubah Syiir



Semenjak menulis Amtsilati, Kiai Taufiqul Hakim semakin produktif membuat karya-karya update tentang kitab-kitab linguistik arab dan kepesantrenan. Ada Aqidati, tafsir Al-Mubarok, mukhtasor Tuhfat Al-Thullab (Pasca Amtsilati) dan ratusan kitab lainnya. Lima tahun terakhir ini, Kiai muda produktif ini juga sering menerbitkan kitab-kitab nadloman yang memuat beragam tema dan diambilkan dari kitab-kitab khas pesantren. Kitab nadloman ini menjadi ringkasan dari tema pembahasan sebuah kitab, ambil saja satu contoh kitab paling laris yakni Kitab Hidayatul Mutaallimin adalah kitab nadlom yang kontennya diambil murni (intisari) dari Kitab Ta’lim Al-Mutaallim. Banyak sudah kitan nadlom yang diterbitkan dan setelah ditelusuri, Kiai yang mendapat gelar S2 Undar (Universitas Darul Ulum) Jombang ini, sampai saat ini sudah menulis sekitar 170-an kitab!
Dari seluruh karya yang ditulis, ada satu kitab yang paling unik dan menarik untuk dikaji dan didalami yaitu Kitab Durrun Syarif (Mutiara Mulia). Kitab ini disebut oleh penulisnya sebagai kitab yang berisi metode praktis tuntunan menjadi Muallif. Sekali lagi, menjadi Muallif! Ternyata dengan modal keilmuan dasar nahwu-sharaf yang cukup, kata Kiai Taufiq, seseorang bisa mempelajari kitab Durrun Syarif sekaligus langsung praktek. Ini adalah sebuah tawaran revolusi pembelajaran pesantren yang luar biasa. Memang kiai taufiq ini selalu tampil dengan tawaran revolusionernya dalam bidang pendidikan pesantren. Semakin lama, selalu saja ada yang baru.

Lebih konkritnya, Durrun Syarif ini adalah sebuah kitab yang menerangkan metodologi membuat syiir atau di kalangan pesantren biasa disebut Ilmu ‘Arudh. Ilmu Arudh adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui benar atau tidaknya sebuah wazan syi’ir, dan juga perubahan wazan syi’ir dari beberapa zihaf atau illat. Ilmu arudh bisa dikata adalah satu cabang keilmuan linguistik Bahasa arab yang lumayan rumit. Metode pengajarannya juga bisa dibilang masih tradisional dan minim pembaharuan. Disinilah tawaran Durrun Syarif agar Arudl mudah dipelajari dan mudah diajarkan. Ilmu Arudl ini memiliki 16 pola Bahar (wazan tertentu yang dijadikan pola dalam menggubah syi’ir arab). Namun fokus dalam kitab ini hanya membahas bahar Rajaz, karena bahar ini yang paling banyak ditulis oleh ulama klasik dan paling mudah dihafal.
Selain kitab Durrun Syarif, perangkat pembelajaran lainnya adalah kamus Durrun Syarif terdiri dari Kamus Bahasa Arab, Indonesia, dan Bahasa Lokal seperti sunda, jawa, dan Madura. Kamus ini sangat berbeda dengan kamus pada umumnya. Jika kamus umum digunakan untuk mencari awal huruf, namun kamus DS ini khusus mencari akhir huruf kalimat. Karena menggubah syiir, kesamaan dalam akhir kalimat adalah sebuah keniscayaan. Baik versi Bahasa Arab maupun versi Indonesia, kamus ini mencari akhir huruf yang sama. Maka seorang penulis tidak perlu repot memikirkan huruf-huruf akhir yang sama dari sebuah kalimat untuk menulis syiir baik Bahasa arab maupun indonesianya. Tinggal buka kamus, lalu tentukan huruf akhir yang sesuai selera dan sesuai tema.
Pada awal tahun 2013 lalu, saya sempat mengikuti langsung pelatihan Durrun Syarif ini. Sebuah kebanggaan tersendiri bisa langsung belajar berdua dengan Kiai taufiqul Hakim. Setelah diikuti, pembelajaran ternyata tidak sampai 2 jam ! beliau begitu lugas dan jelas dalam menerangkan isi kitab, tujuan dan latar belakangnya. Sontak saja saya yang menyimak langsung faham dan memiliki mindset baru dalam menulis syiir bahwa menggubah syiir begitu mudah dan praktis. Dengan pelatihan DS yang begitu praktis beserta perangkat kitab DS dan kamus DS yang lengkap, infaq 500 ribu untuk pelatihan ini seperti relatif tidak mahal. Karena dimentori langsung oleh Abah Yai Taufiq sudah menjadi kepuasaan tersendiri.

LATAR BELAKANG
Dalam pengantar kitab DS, Kiai Taufiq menceritakan pengalamannya bahwa ia begitu sulit mempelajari ilmu arudl yang banyak istilah-istilah yang sulit ia pahami. Namun dengan berbekal ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) pada bait Alfiyah, Zubad, dll Kiai Taufiq memberanikan diri untuk membuat syiir-syiir, walaupun awalnya banyak kesalahan. Maka dari pengalaman ATM itulah, kiai Taufiq ingin menularkan kepada santri-santri dan pembaca, metode menulis syiir. Oleh sebab itu, kiai taufiq membuat sendiri istilah-istilah baru dalam Durrun Syarif dengan maksud untuk mempermudah dalam mempelajari.

KONTEN KITAB
Kitab yang berisi 64 halaman ini memiliki 8 bab pembahasan. Diantaranya bab (1) tentang mengenal Syiir/Bait, bab (2) & (3) tentang kunci Rajaz yang membahas detail tentang bagian bait yang terdiri dari Hasywun, Arudl dan Darbun. Kemudian bab (4) membahas mengenai darurat-daruratnya Syiir. Bab (5) mengkaji tentang langkah-langkah dalam praktek menggubah Syiir lalu bab (6) menceritakan tentang sejarah Syiir dan bab terakhir hanya menampilkan 16 bahar secara keseluruhan.
Seperti halnya Amtsilati, Durrun Syarif menekankan kepada contoh yang praktis. Kunci mempelajari kitab ini adalah bagaimana pembaca bisa memiliki pemahaman dasar tentang kunci Rajaz, seperti kemampuan menghafal dan memahami not bahar rajaz yang terdiri dari 6x mustaf’ilun. Seperti yang tertulis dalam kitab DS :
عروض/ ضرب
حشو
حشو
مستفعلن
مستفعلن
مستفعلن

Hasywun pasti terdiri dari 4 suku kata. Suku kata yang ke 3 hanya satu huruf hidup dan suku kata yang ke 4 terdiri dari dua huruf, yang pertama berharokat dan yang kedua dibaca sukun. Perhatikan, ini kunci utama selain kondisi darurat. Itu kunci membuat bagian Hasywun, mengenai kunci Arudl/ Darbun itu pasti terdiri dari 4 suku kata atau 3 suku kata. Jika empat suku kata maka suku kata ketiga berupa satu huruf berharokat dan bila tiga suku kata maka suku kata kedua berupada dua huruf, huruf pertama berharokat dan huruf kedua sukun. Ini semua kunci selain kondisi darurat.
Ketika anda sudah memahami keilmuan dasar ini, maka pembahasan terpenting lainnya adalah anda harus mendalami 4 langkah dalam praktek menggubah syiir yang terdapat dalam bab (5).
Dalam bab ini, pembaca difasilitasi sebuah metodologi bagaimana proses menjadikan sebuah paragraph Bahasa arab diringkas menjadi sebuah syiir. Langkah ini ditempuh dengan 4 tahapan yaitu (1) anda harus menentukan materi yang akan disyiirkan. Tahapan ini bisa anda ambil sebuah paragraph dari satu kitab, kemudian anda fahami dan simpulkan materi yang dipilih kemdian tentukan kata kunci dari kesimpulan yang anda fahami tanpa meninggalkan Bahasa arabnya.
Setelah memiliki kata kunci dari sebuah kesimpulan maka langkah yang lumayan menguras pikiran adalah merangkai dan menyesuaikan kesimpulanmu dengan nada baharnya. Disinilah proses kreatifitas penulis diuji. Pada tahap ini, nahwu-sharaf sangat diperlukan sekali, terutama sharaf karena perubahan kata akan diperlukan untuk menyesuaikan not bahar Rajaz. Proses dalam merangkai syiir ini dijelaskan detail oleh Kiai Taufiq dengan  disertakan 10 contoh bagaimana proses membuat syiir dari sebuah keterangan sebuah kitab.

Tidak hanya sekedar janji, para santri Pasca Amtsilati sudah memberikan bukti. Kelas Durrun Syarif di bawah asuhan Ustadz Arinal Haq sudah menelurkan karya-karya nadham yang ditulis para santri Pasca. Jika melihat intensitas pertemuan kelas DS untuk para santri Pasca Amtsilati sampai bisa menulis sebuah syiir adalah sebuah prestasi dan menjadi wajar karena dipantau terus oleh para asatidz Pasca Amtsilati namun ada satu kekurangan mengenai pembelajaran Durrun Syarif  untuk santri dari luar Amtsilati yang hanya mengikuti kelas DS ini secara kilatan. Selama pantauan kami, kelas DS ini untuk santri dari luar belum ada kontrol langsung dari pihak Amtsilati Jepara meskipun sekedar mengingatkan agar para peserta kelas DS bisa sungguh-sungguh menulis sebuah kitab sampai diterbitkan di Al-Falah Offset Amtsilati Jepara.
Bahkan, mengenai kelas DS, menurut pandangan kami, tidak sekedar pemberian materi dan metodologi dari kitab DS selama dua jam tetapi ditambah karantina selama satu bulan bagi santri DS yang dari luar Amtsilati. Di dalam karantina itu, santri DS menentukan sebuah kitab yang akan disyiirkan dan fokus menggubah syiir sampai layak diterbitkan dan disebarkan kepada khalayak umum. Bukankah sebuah keberhasilan pembelajaran tidak sekedar mengubah mindset pembelajarnya berkata ‘oh ternyata mudah’ tetapi keberhasilan ditentukan sampai ia bisa berkata ‘oh ternyata saya bisa’ sebagai sebuah bukti dengan menulis syiir yang cerdas dan tuntas. Ulasan ini kami akhiri dengan sebuah syiir motivasi menulis dari Kiai Taufiq – bisa anda baca dengan not rajaz – yaitu :
Memulai tak harus sempurna dulu       –       Ingin sempurna maka mulai dulu
Mungkin sepertinya tidak lengkap jika hanya membaca ulasan singkat Durrun Syarif ini. Namun setidaknya, semoga tulisan ini membuat anda lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar langsung kitab Durrun Syarif ini di Pesantren Darul Falah Amtsilati Jepara. Setidaknya juga, ulasan ini menjadi sebuah bukti bahwa menjadi Muallif (dengan jalan menulis syiir) not impossible but possible, sangat mungkin !